Setelah insiden di gudang, Ghiga menyadari bahwa ia membutuhkan lebih banyak petunjuk tentang pusaka dan warisan leluhurnya. Ia kembali ke padepokan silat tempat ia menemukan peta dan keris, berharap bisa menemukan jawaban.
Di ruangan tempat pusaka disimpan, Ghiga melihat ukiran-ukiran di dinding yang sebelumnya ia abaikan. Dengan senter, ia memerhatikan lebih saksama. Ukiran itu menggambarkan kisah seorang tokoh legendaris bernama Raden Arya Sakti, seorang pendekar Jawa yang menggunakan ilmu beladiri dan kebijaksanaan untuk menjaga harmoni dunia.
Di tengah ukiran itu, ada kalimat dalam aksara Jawa Kuno yang membuat Ghiga penasaran. Ia memotretnya dan segera mencoba menerjemahkannya dengan bantuan perangkat lunak yang ia modifikasi sendiri. Terjemahannya berbunyi:
"Hanya keturunan yang terpilih yang dapat membuka rahasia ini. Hati harus bersih, pikiran harus jernih, dan iman harus teguh."
Kalimat itu seakan memberi pesan langsung padanya. Ia merasa berat, tetapi juga tergerak. Ghiga kini tahu bahwa pusaka ini lebih dari sekadar artefak. Ini adalah kunci untuk sesuatu yang jauh lebih besar, mungkin bahkan kekuatan yang bisa memengaruhi dunia.
Namun, di tengah renungan itu, langkah kaki mendekat. Ghiga segera bersiaga, tangannya memegang keris. Dari bayangan muncul sosok yang tidak ia duga—seorang pria tua berjubah putih dengan sorot mata tajam tetapi damai.
“Saya sudah menunggu kamu, Ghiga,” kata pria itu tenang.
“Siapa Anda?” tanya Ghiga waspada.
“Saya adalah penjaga terakhir dari warisan ini. Nama saya Ki Harjo,” jawabnya.
Ki Harjo menjelaskan bahwa ia adalah penerus tradisi leluhur Ghiga, yang bertugas menjaga pusaka hingga waktu yang tepat. Ia tahu bahwa Ghiga adalah keturunan langsung dari Raden Arya Sakti, yang ditakdirkan untuk melanjutkan tugas leluhur: melindungi keseimbangan dunia dari ancaman modern yang mengabaikan nilai-nilai luhur.
“Ini bukan hanya tentang kekuatan, Ghiga. Ini tentang tanggung jawab besar yang harus kamu pikul,” kata Ki Harjo dengan nada penuh kebijaksanaan.
Rahasia Pusaka
Ki Harjo mengungkapkan bahwa keris yang ditemukan Ghiga adalah salah satu dari tiga pusaka yang tersebar di seluruh Nusantara. Ketiga pusaka itu bersama-sama membentuk sebuah kekuatan besar yang dapat digunakan untuk kebaikan atau kehancuran, tergantung pada siapa yang menguasainya.
“Sang Kala Teknokrat tahu tentang pusaka ini,” lanjut Ki Harjo. “Dan mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkannya.”
Ghiga menyadari bahwa waktu semakin sempit. Ia harus melindungi keris ini dan menemukan dua pusaka lainnya sebelum jatuh ke tangan organisasi tersebut.
Namun, Ki Harjo memperingatkan bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Ia harus menghadapi ujian fisik, mental, dan spiritual yang menguji keyakinan serta kekuatan dirinya.
“Jika kamu siap, saya akan mengajarkanmu ilmu yang diwariskan oleh leluhurmu. Tapi ingat, hanya hatimu yang bersih dan niatmu yang murni yang akan membawamu pada kemenangan,” kata Ki Harjo.
Ghiga menatap pria tua itu dengan tekad bulat. Ia tahu bahwa inilah takdirnya. “Saya siap, Ki,” jawabnya mantap.
Ancaman yang Mendekat
Sementara itu, di markas Sang Kala Teknokrat, pemimpin mereka, seorang pria licik bernama Dr. Baskara, menerima laporan tentang Ghiga.
“Dia semakin dekat dengan rahasianya,” kata seorang anak buahnya.
Dr. Baskara tersenyum dingin. “Bagus. Biarkan dia menemukan dua pusaka lainnya. Kita akan menunggunya di sana, dan pada saat yang tepat, kita akan mengambil semuanya darinya.”
Tanpa sepengetahuan Ghiga, ancaman yang lebih besar telah disiapkan. Perjalanan ini bukan hanya tentang menemukan pusaka, tetapi juga tentang bertahan hidup dari rencana jahat yang lebih besar.