Keesokan harinya, Ghiga memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam tentang organisasi misterius yang menyerangnya. Dengan laptopnya yang kini telah diperbaiki, ia mengakses jaringan bawah tanah di dunia maya yang biasa ia gunakan untuk mencari informasi rahasia.
Ia menemukan sedikit petunjuk tentang Sang Kala Teknokrat, organisasi yang menggunakan teknologi untuk tujuan gelap. Mereka dikenal sebagai kelompok elit yang merekrut individu cerdas dan menguasai teknologi canggih untuk memanipulasi ekonomi, politik, bahkan keamanan global.
Salah satu dokumen yang berhasil ia tembus mencantumkan sebuah nama: Arman Raharja. Nama sahabatnya itu tercantum sebagai salah satu anggota baru yang bergabung enam bulan lalu.
Ghiga tertegun. Hatinya seperti dihantam badai. “Jadi, benar… Arman terlibat,” gumamnya dengan perasaan campur aduk.
Meski kecewa, ia tahu ini bukan saatnya larut dalam emosi. Ia harus memastikan kebenaran informasi ini. Ghiga memutuskan untuk bertemu Arman secara langsung, tetapi kali ini ia menyusun rencana untuk mencari tahu sejauh mana pengkhianatan sahabatnya itu.
Pertemuan yang Tegang
Malam itu, Ghiga mengirim pesan ke Arman.
"Bro, ada yang mau aku omongkan. Besok ketemu di tempat biasa, ya."
Jawaban Arman datang cepat: "Oke, jam berapa?"
Keesokan harinya, mereka bertemu di taman kota yang sepi. Arman tampak seperti biasa—tersenyum ramah dan santai, seolah tidak ada yang salah. Namun, Ghiga menyadari bahwa di balik senyumnya, ada sesuatu yang disembunyikan.
“Arman, aku mau tanya sesuatu,” ucap Ghiga tanpa basa-basi. “Apa kamu tahu tentang Sang Kala Teknokrat?”
Arman terkejut, tapi ia segera menguasai dirinya. “Sang Kala apa? Aku nggak ngerti maksudmu, bro.”
“Jangan bohong,” kata Ghiga dengan nada tegas. “Aku tahu kamu terlibat. Nama kamu ada dalam data mereka.”
Wajah Arman berubah serius. Ia mendesah panjang sebelum akhirnya berbicara. “Oke, aku akan jujur. Tapi dengarkan dulu, bro.”
Arman menjelaskan bahwa ia awalnya direkrut oleh Sang Kala Teknokrat karena keahliannya di bidang teknologi. Mereka menjanjikan kekayaan dan pengaruh besar, tetapi ternyata mereka memiliki agenda gelap yang jauh lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan.
“Aku nggak pernah berniat mengkhianatimu, Ghig. Tapi mereka tahu tentang kita. Tentang pusaka itu. Mereka mengancam akan menghancurkan keluargaku kalau aku nggak bekerja sama,” ucap Arman dengan nada putus asa.
Ghiga menatapnya dalam diam, mencoba mencerna kata-kata sahabatnya. Namun, ia sulit membedakan apakah Arman benar-benar jujur atau hanya mencoba memanipulasinya.
Rencana Berbahaya
Setelah pertemuan itu, Ghiga kembali ke rumah dengan pikiran yang berat. Ia merasa bahwa Arman belum mengatakan semuanya. Untuk memastikan, ia memutuskan menyusup ke markas Sang Kala Teknokrat.
Dengan keahliannya, Ghiga berhasil melacak salah satu lokasi mereka yang terletak di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Ia tahu ini sangat berbahaya, tetapi ia tidak punya pilihan lain.
Malam itu, dengan mengenakan pakaian hitam dan membawa perlengkapan minimal, Ghiga mendekati gudang tersebut. Ia menggunakan alat hacking untuk menjinakkan sistem keamanan, lalu menyelinap masuk.
Di dalam, ia melihat ruangan besar yang dipenuhi perangkat teknologi canggih—layar monitor, server, dan drone bersenjata. Ia juga melihat beberapa orang yang tampak sibuk mengoperasikan alat-alat itu.
Namun, yang paling mengejutkan adalah sebuah layar besar yang menampilkan peta kuno yang pernah ia temukan. Tanda silang merah di peta itu kini diubah menjadi koordinat GPS yang jelas.
“Mereka tahu lokasinya…” bisik Ghiga.
Saat ia mencoba merekam informasi itu, alarm tiba-tiba berbunyi. Ghiga terdeteksi! Para penjaga segera mengejarnya, membawa senjata api dan tongkat listrik.
Ghiga berlari melewati lorong-lorong sempit, menggunakan kemampuan silatnya untuk melumpuhkan beberapa penjaga yang mencoba menghadangnya. Namun, jumlah mereka terlalu banyak, dan ia mulai terpojok.
Saat situasi semakin kritis, Ghiga berhasil menemukan pintu darurat dan kabur ke luar gudang. Dengan napas tersengal, ia menyadari bahwa Sang Kala Teknokrat kini tahu keberadaannya dan tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan pusaka leluhur itu.
“Pertarungan baru saja dimulai,” pikir Ghiga sambil mengepalkan tangannya. Kini, ia harus mencari cara untuk menghentikan organisasi itu sebelum mereka menemukan pusaka dan menggunakannya untuk tujuan jahat.