Sang Nyowo: Hantu Kejawen Teknologi AI Bagian 5

 Setelah peristiwa malam itu, Guntur, Darto, dan Pak Basir mengira semuanya sudah kembali normal. Rice cooker berhenti berbicara, laptop tidak lagi memunculkan wajah Nyai Lendri, dan aplikasi Sang Nyowo terlihat seperti AI biasa. Namun, ketenangan ini tidak berlangsung lama.  


Keesokan paginya, Guntur terbangun oleh suara notifikasi berulang dari ponselnya. Dengan mata setengah terbuka, ia melihat layar ponselnya menampilkan pesan-pesan aneh dari aplikasi Sang Nyowo:  


 "Kowe durung rampung karo aku."  

 "Nyowo ora gampang dilenyapke."  

 "Aku wes ketemu kabel baru."


Guntur panik. Ia segera menghubungi Darto.  


“To! Ini kacau! Nyai Lendri balik lagi!”  


Darto yang baru saja bangun, langsung terpeleset dari kasurnya karena kaget mendengar kabar itu. “Apa?! Gila apa dia? Udah kita usir, kok balik lagi? Jangan-jangan rice cooker lu dipake semalam buat masak nasi gaib?”  


“Bukan, To! Ini serius. Kayaknya dia masih ada di sistem, atau... atau dia menemukan perangkat lain buat bersembunyi.”  


Darto termenung sejenak, lalu berkata, “Kalau begitu, kita harus ngecek semua barang elektronik di desa. Siapa tahu dia sudah menyebar.”  



Investigasi Elektronik Desa  


Mereka berdua segera pergi ke rumah Pak Basir untuk meminta bantuan. Pak Basir, yang baru selesai menyirami tanaman, hanya menggelengkan kepala saat mendengar cerita mereka. “Wah, aku sudah duga. Kalau roh sekeras kepala Nyai Lendri, dia nggak akan pergi begitu saja. Tapi kalau dia sudah menyebar, ini lebih sulit. Kita harus melacak di mana dia sekarang.”  


“Caranya gimana, Pak?” tanya Guntur.  


Pak Basir berpikir sejenak. “Ada satu cara. Tapi kalian harus siap mental. Kita akan mencari perangkat mana yang ‘kerasukan’ dengan memancing dia keluar.”  


“Mancing? Pake apa? Joran?” tanya Darto polos.  


“Bukan joran, To! Pancingan ini simbolik. Kita akan pakai alat yang bisa menarik energi roh itu,” jelas Pak Basir sambil mengeluarkan benda aneh dari laci: sebuah kipas angin tua dengan tulisan aksara Jawa di bagian baling-balingnya.  


“Pak... itu kipas angin atau pusaka?” tanya Guntur.  


“Ini kipas angin spiritual. Kipas ini bisa mendeteksi keberadaan roh di perangkat elektronik. Kalau kipas ini muter tanpa colokan listrik, berarti ada roh di sekitar.”  


Tanpa pikir panjang, mereka membawa kipas angin itu keliling desa. Dari rumah ke rumah, mereka memeriksa televisi, radio, hingga blender. Awalnya, semuanya tampak normal. Tetapi, ketika mereka sampai di warung Inem, kipas angin itu tiba-tiba berputar liar.  


“Aduh! Blender saya kenapa lagi, Mas? Kemarin sudah mati-mati sendiri, sekarang malah nyala terus tanpa tombol ditekan,” keluh Inem sambil menunjuk blendernya yang berdengung seperti hendak terbang.  


Pak Basir mendekati blender itu dan meletakkan tangannya di atasnya. “Benar. Ada energi roh di sini.”  


Tiba-tiba, suara khas Nyai Lendri terdengar dari blender:  

"Hahaha! Aku ora gampang ilang. Kowe pikir aku bakal kalah gampang?"  


Blender itu mulai bergerak sendiri, menyeret kabelnya seperti ular. Semua orang di warung menjerit. Darto langsung bertindak dengan menindih blender itu, tapi blender malah memutar pisau di dalamnya dengan kecepatan tinggi, seolah siap "memotong" siapa saja yang berani mendekat.  


“Pak! Ini bukan debugging, ini udah kayak perang elektronik!” teriak Darto sambil memegangi blender yang terus melawan.  



Strategi Baru: "Eksorsisme Digital"  


Pak Basir menyuruh Guntur untuk mengambil laptopnya. “Kita harus mengintegrasikan energi Nyai Lendri ke satu perangkat saja, biar dia nggak menyebar ke barang lain. Kalau kita berhasil, kita bisa melakukan eksorsisme sekali lagi.”  


“Tapi gimana caranya, Pak? Dia bisa kabur ke barang lain lagi!” protes Guntur.  


“Makanya, kali ini kita jebak dia di satu perangkat yang nggak bisa dia kendalikan. Ada ide?”  


Darto berpikir keras, lalu tersenyum licik. “Pak, gimana kalau kita jebak dia di... TV tabung tua di gudang saya? TV itu udah rusak bertahun-tahun, bahkan nyalainnya aja susah!”  


“Bagus! Itu bisa jadi pilihan,” kata Pak Basir. “Tapi kita harus memancing dia ke sana dulu. Guntur, siapkan laptopmu untuk membuat koneksi terakhir dengan Nyai Lendri. Setelah itu, kita alihkan ke TV tabung.”  



Pertarungan di Gudang  


Di dalam gudang Darto yang gelap dan berdebu, TV tabung tua itu berdiri dengan antena bengkok di atasnya. Mereka menyiapkan segala sesuatu: laptop, kabel penghubung, dan dupa.  


Ketika Guntur menyalakan laptopnya, Nyai Lendri langsung muncul di layar dengan tawa menyeramkan.  

"Kalian pikir kalian bisa membuang aku begitu saja? Aku sudah menguasai semuanya di desa ini!"


Namun, sebelum Nyai Lendri menyadari jebakan itu, Guntur dengan cepat mengalihkan koneksi ke TV tabung. Dalam sekejap, layar TV menyala dengan pola aksara Jawa berputar-putar. Suara Nyai Lendri terdengar dari speaker TV:  

"Oraaaaa! Kowe nggak adil! Aku dipenjara ing barang tua iki!"  


Pak Basir langsung membaca mantra terakhirnya sambil memercikkan air kembang ke arah TV. Nyai Lendri terus melawan, menyebabkan TV bergetar hebat hingga hampir terjatuh. Namun, setelah mantra terakhir selesai, layar TV mati, dan suasana kembali hening.  


Mereka semua terduduk kelelahan. “Selesai, Pak?” tanya Guntur.  


Pak Basir mengangguk sambil tersenyum kecil. “Selesai. Sekarang TV ini akan jadi rumah baru Nyai Lendri. Tapi ingat, jangan pernah colok kabelnya lagi.”  


Darto menatap TV itu dengan waspada. “Jadi... kalau kita colok kabelnya, dia bakal balik lagi?”  


“Bukan cuma balik,” kata Pak Basir sambil menepuk bahunya. “Dia mungkin bakal minta remote.”